Saturday, March 1, 2014

Maksud dari beban dasar, beban menengah dan beban puncak


     Berdasarkan peran untuk memenuhi pasokan bagi sistem tenaga listrik, unit pembangkit biasanya dapat dikategorikan sebagai salah satu dari tiga jenis pembangkit, yaitu :
1. Pembangkit pemikul beban dasar (base load power plant),
2. Pembangkit pemikul beban menengah (mid range power plant),
3. Pembangkit pemikul beban puncak (peaking unit).

      Pembangkit pemikul beban dasar (base load) adalah pembangkit dengan 5000 jam operasi rata-rata pertahun (capacity factor > 57%). Pembangkit dalam kategori ini memiliki daya keluaran besar, biaya kapital tinggi dan biaya operasi rendah. Pembangkit tenaga uap berbahan bakar batubara dan pembangkit tenaga panas bumi biasanya digunakan sebagai pemikul beban dasar.
      Pembangkit pemikul beban menengah (mid range) adalah pembangkit dengan jam operasi lebih besar dari 2000 jam pertahun dan lebih kecil dari 5000 jam operasi rata-rata pertahun (23% > capacity factor > 57%). Pembangkit combined cycle, pembangkit berbahan bakar gas dan pembangkit tua yang kurang efisien digunakan sebagai pemikul beban menengah.
      Pembangkit pemikul beban puncak (peakers) dioperasikan untuk memenuhi beban pada waktu beban maksimum (beban puncak). Periode beban puncak tidak selalu sama. Pembangkit ini beroperasi kurang dari 2000 jam rata-rata pertahun dan (capacity factor < 23%), sehingga Pembangkit yang dipilih biasanya yang berbiaya kapital rendah dan biaya operasi tinggi. Pembangkit tenaga berbahan bakar minyak, air, pump storage dan mesin diesel digunakan sebagai pemikul beban puncak


  •  Memprediksi kurva beban 

       Kurva beban, secara sederhana dapat diartikan sebagai kurva yang menggambarkan penggunaan beban (listrik) dalam suatu waktu. Dikatakan dalam suatu waktu karena selangnya itu dapat berupa tahunan, mingguan, bahkan harian. Namun, penggunaan yang paling umum adalah kurva beban harian seperti yang dapat kita lihat dari websitehttp://p3bjawabali.pln.co.id/ berikut:
       

- Kurva beban Jawa-Bali pukul 16.45
     Kurva di atas merupakan contoh kurva beban daerah Jawa Bali untuk tanggal 2 Maret 2011. Kurva yang berwarna biru merupakan perkiraan bentuk kurva beban tanggal 2 Maret 2011 selama 24 jam dan nilai 18099,78 MW merupakan beban puncak yang diperkirakan bakalan terjadi. Sementara itu, kurva yang berwarna merah mewakili keadaan beban (listrik) sebenarnya yang dipakai. 

- Bagaimana memprediksi kurva beban? 
     Prediksi kurva beban di lakukan oleh P3B (Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban) Jawa Bali yang berada di Gandul. Metode prediksinya sendiri ada beragam (cari di google dengan keyword “load curve prediction”). Namun, saat saya melakukan kerja praktik di P3B bulan Juni-Juli tahun lalu, metode yang digunakan P3B adalah metode koefisien. Bagaimana cara kerjanya dan pengaplikasiannya? Tidak akan saya bahas di sini.

- Apa gunanya memprediksi kurva beban? 
     Secara sederhana agar PLN dan masyarakat tidak rugi. PLN akan rugi bila ternyata daya yang dibangkitkan sangat besar sementara kebutuhan sedikit (rugi bahan bakar). Maka, bila kurva beban ada, PLN dapat memperkirakan kebutuhan daya sehingga pembangkitan juga dapat diatur. Sedangkan masyarakat sendiri akan dirugikan bila ternyata daya yang dibangkitkan jauh lebih kecil dibandingkan kebutuhan. Kenapa? Karena PLN akan melakukan pemadaman (untuk mempertahankan kestabilan sistem) sampai pasokan daya ditambah. Selain itu, tujuan lain dari prediksi kurva beban adalah agar dapat mengatur jenis-jenis pembangkit yang akan dinyalakan/digunakan.


- Jenis-jenis beban 
     Secara sederhana, kurva beban yang ada (termasuk kurva beban Jawa Bali untuk tanggal 5 Maret 2011) dapat dibagi menjadi tiga bagian: beban puncak, beban menengah, dan beban dasar. Pengelompokan beban inilah yang menyebabkan perlunya diatur jenis-jenis pembangkit yang perlu dinyalakan. 
     Misalnya, untuk beban dasar (base load) -> pembangkit yang digunakan adalah pembangkit yang biaya bahan bakarnya murah dan standby operasinya lama (waktu penyalaan pembangkit sampai dapat memproduksi listrik). Karenanya, pembangkit yang digunakan untuk jenis beban ini adalah PLTU dengan bahan bakar batu bara atau bahkan dapat juga PLTGU. 
     Untuk beban puncak -> pembangkit yang digunakan adalah pembangkit yang standby operasinya cepat. Maksudnya, saat dibutuhkan tambahan pasokan daya, pembangkit dapat langsung menyuplai tambahan daya tersebut. Jenis pembangkit yang sesuai untuk beban ini misalnya PLTD dan PLTG. 

- Jadi, kenapa kita memiliki beragam pembangkit? 
     Karena bentuk kurva beban kita yang jelek (tidak datar). Bila kita hanya membangun PLTU dengan bahan bakar batu bara, biaya bahan bakarnya mungkin murah. Namun, saat beban puncak, kita akan mengalami kerugian. Karena waktu untuk mengoperasikan PLTU itu sangat lama (mencapai 5 hari), maka untuk mengatasi beban puncak yang akan terjadi, PLTU tersebut tentu sudah dinyalakan sejak lama. Sementara itu, durasi beban puncaknya itu sendiri hanyalah beberapa jam (2-4 jam). Tentu saja tidak sebanding pemasukan dengan pengeluaran. Itulah sebabnya kita memiliki pembangkit-pembangkit seperti PLTD dan PLTG. Untung saja durasi beban puncak hanya beberapa jam sehingga pengeluaran untuk bahan bakar pembangkit2 tersebut tidak besar (walaupun tetap memberatkan).

Agus Wahyu Prasetyo
Teknik Mesin
BRAWIJAYA

DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment